Pencemaran udara dewasa ini semakin hari semakin memprihatinkan. Berbagai aktifitas yang dilakukan manusia terutama yang menggunakan bahan bakar fosil telah menimbulkan polusi udara yang mengakibatkan menurunnya kualitas udara. Kalau selama ini kota-kota besar sudah jauh menurun kualitas udaranya karena tingginya pencemaran udara yang berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor, kini kondisi yang memprihatinkan itu telah pula menghantui kota Yogyakarta, sebuah kota pendidikan yang relatif tenang dan nyaman. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan kendaraan bermotor di Yogyakarta telah mengalami peningkatan yang signifikan, namun tidak diimbangi oleh pemeliharaan mesin kendaraan, dan masih banyak penggunaan bensin yang mengandung timbal sehingga emisi gas buangnya tinggi. Saat ini di Yogyakarta terdapat sekitar satu juta sepeda motor dan sekitar 200.000 mobil yang memiliki pertumbuhan lima hingga 10 persen setiap tahun.
Menurut Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Regional Jawa, Sudarsono kualitas udara yang cenderung semakin turun dari tahun ke tahun berdampak buruk, di antaranya kemungkinan terjadi hujan asam. Di Yogyakarta, fenomena alam itu diperkirakan akan terjadi 10 tahun mendatang.
Hujan asam disebabkan oleh belerang yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil ditambah nitrogen di udara, yang kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat tersebut kemudian berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air membentuk asam sulfat serta asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan.
Hujan asam itu juga diperparah dengan gas buang pabrik, letusan gunung api dan aktivitas manusia lainnya. Hasil pemantauan kualitas air hujan yang pernah dilakukan pada 18 titik di Kota Yogyakarta yang diukur secara langsung dengan menggunakan metode purposive sampling dan menggunakan pH stick (skala 0-14), menunjukkan angka yang bervariasi dari 4,5 di pusat kota (Jalan Malioboro) hingga 5,5 di kawasan pinggir kota (Jalan Lingkar Utara). PH air hujan itu normalnya 5,6, jadi kalau hasilnya kurang dari itu berarti kadar keasaman air hujan kota Yogyakarta telah melampaui ambang batas.
Berdasarkan perhitungan dari penelitian, ternyata hampir 90 persen kejadian hujan di Kota Yogyakarta terjadi setelah pukul 14.00 WIB. Artinya setelah terkumpulnya unsur-unsur pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor terakumulasi baru turun hujan. Penyebab meningkatnya kadar asam dalam air hujan adalah pencucian aerosol asam sulfat dan asam nitrat yang berhamburan di udara oleh tetesan air hujan. Hujan asam yang jatuhnya di perkotaan lebih diakibatkan oleh meningkatnya gas buang yang dihembuskan oleh asap kendaraan bermotor.
Bila kondisi pencemaran udara di Yogyakarta terutama yang berasal dari emisi kendaraan bermotor terus dibiarkan, maka perkiraan 10 tahun mendatang akan terjadi hujan asam tidak mustahil menjadi kenyataan atau bahkan bisa lebih cepat lagi. Langkah antisipatif adalah dengan menggunakan BBM tanpa timbal atau selalu merawat mesin kendaraan sehingga dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan meminimalisir emisi gas buang kendaraan. Langkah lain yang bisa dijadikan pertimbangan adalah dengan menambahkan spare part atau komponen pada kendaraan yang dapat membantu kesempurnaan pembakaran BBM pada kendaraan semisal Electric Fuel Treatment (EFT). EFT adalah alat yang dapat memperlakukan BBM sehingga lebih mudah terbakar sempurna yang dibuat oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selain dapat menyempurnakan pembakaran EFT juga dapat merubah sifat BBM sehingga lebih efisien dan bertenaga, sehingga dengan menggunakan alat ini pengemudi akan mendapat manfaat selain emisi gas buang rendah, bensin lebih irit dan tenaga kendaraan bertambah.
Oleh : Harmonis Santara (disarikan dari berbagai sumber)